MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA


Oleh: Adi Permana dan Felix Martha
Setiap anak Indonesia harus mendapatkan hak pendidikannya!
Dalam hal ini kami akan menyinggung mengenai pendidikan formal di Indonesia. Pendidikan formal di Indonesia memang seperti sudah menjadi ‘barang langka’ bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak yang berkeliaran di jalanan untuk mengemis dan tidak mempunyai rumah untuk tinggal, serta diikuti pula oleh masalah pengangguran yang tinggi. Permasalahan dalam negara Indonesia memang tampak pelik dan rumit, mulai dari masalah kemiskinan, minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan, sampai ledakan penduduk. Namun demikian, kami akan mencoba untuk menelaah segala kerumitan masalah tersebut dari sudut pandang pendidikan saja. Maka dari itu, kami akan coba memberikan suatu perspektif mengenai pendidikan Indonesia dewasa ini.

Kemauan pemerintah dan antusiasme masyarakat miskin
Dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), pendidikan formal di Indonesia sebisa mungkin harus gratis. Mengapa kami langsung mengasumsikan demikian, dan apakah pendidikan untuk anak negeri bisa benar-benar gratis atau tanpa biaya materil? Kedengarannya seperti mustahil dengan adanya anggapan bahwa pemerintah belum siap atau akan membebani anggaran negara. Akan tetapi, secara logis negara bisa maju apabila dijalankan oleh rakyatnya yang cerdas. Lalu, apakah ini mungkin apabila pendidikan saja masih mahal sementara masyarakat Indonesia sebagian besar masih miskin? Tentu pendidikan gratis adalah alasan logis dan sangat mungkin untuk Indonesia, kalau hal ini diusahakan secara sungguh-sungguh dan mengesampingkan alasan-alasan seperti ketidaksiapan ataupun kekhawatiran akan membebani anggaran negara. Kita bisa lihat di Jerman, mereka memberlakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat tinggi terhadap rakyatnya, dan hasilnya bisa kita lihat sendiri sekarang: Jerman menjadi salah satu negara termaju di dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Jadi ini bukan masalah siap atau tidak siap, tetapi mau atau tidak mau. Kemauanlah yang menjadi pendorong utama kemajuan, bukan kesiapan. Jika ada kemauan untuk menetapkan kebijakan pendidikan gratis untuk anak negeri, kapanpun waktunya, kesiapan untuk implementasinya tentu akan mengikuti. Dan sudah barang tentu respon masyarakat Indonesia yang mayoritas masih miskin adalah meningkatnya antusiasme mereka untuk memperoleh pendidikan, tentunya dibarengi oleh upaya sosialisasi pemerintah yang meyakinkan. Dalam hal ini, pemerintah sudah sewajarnya memberikan harapan positif tentang masa depan rakyatnya yang ingin belajar, bukan malah memberikan kekecewaan dengan sikap acuh tak acuh.
Tujuan Pendidikan
Apa sih tujuan pendidikan? Secara umum dan dalam konteks Indonesia, terutama sekali pendidikan adalah bertujuan untuk mencetak manusia unggul (insan kamil). Manusia unggul adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk melihat peran dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat dengan modal ilmu pengetahuan (segi teknis) dan juga pengetahuan tentang nilai-nilai moral sosial (segi spiritual). Dengan terciptanya manusia unggul demikian, tak dapat terhindarkan bahwa suatu bangsa di dalamnya dipenuhi manusia-manusia yang siap berkontribusi demi masyarakat dan negaranya ke arah kemajuan yang positif.
Setelah kita memperoleh pendidikan di dalam institusi formal, suatu realitas yang akan dihadapi selanjutnya ialah kita akan dilepas ke dalam lingkungan masyarakat yang kompleks, terdiri dari berbagai macam profesi/pekerjaan, dan saling membutuhkan satu sama lain. Nah, disinilah peran dan fungsi pendidikan harus terasa betul. Pendidikan memiliki peranan yang sangat besar dalam hal memajukan bangsa dan negara dalam berbagai bidang, di mana merujuk pada preambule UUD negara Indonesia tercantum bahwa salah satu sasaran ataupun fondasi untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik ialah ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ atau ‘mencerdaskan seluruh rakyat tanpa kecuali’.
Peranan pendidikan formal menjadi penting karena di dalamnya terdapat fungsi-fungsi pendidikan yang efeknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan selalu diharapkan kehadirannya di masyarakat karena mereka memiliki keahlian di bidangnya masing-masing, disertai juga etika moral yang dimilikinya. Hal ini tak lepas dari hasil perkembangan kehidupan mereka yang mengenyam bangku sekolah dari tingkat rendah sampai tinggi. Dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar, mereka diajarkan untuk mengenali kehidupan dengan belajar berhitung, membaca, menulis, kedisiplinan, serta kasih sayang antar sesama. Lalu, kemampuan mereka ditingkatkan lagi dalam Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di bangku SMP, mereka mulai ‘diantar’ untuk memahami berbagai fenomena-fenomena ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa dan Budaya, dan masih banyak lagi. Pada akhirya di tingkat Sekolah Menengah Atas, para siswa dituntut untuk dapat memfokuskan pada beberapa bidang ilmu saja.
Demi mencapai masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermoral, maka tahapan-tahapan sekolah tersebut harus dienyam oleh semua anak Indonesia, tanpa terkecuali. Hak pendidikan merupakan hak dasar manusia yang harus terpenuhi, sebagaimana telah tercantum dalam salah satu pasal UUD ’45. Maka dari itu, pendidikan gratis adalah kebutuhan mendesak bagi negara agar dapat menjadi negara yang bermartabat dan berdaulat. Sebagai analogi, seperti halnya kita manusia apabila merasa lapar, maka kita membutuhkan makanan sebagai kebutuhan dasar agar dapat bertahan hidup atau tidak sakit. Sama halnya dengan negara, yang mana pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar atau mendesak bagi negara, dan apabila kebutuhan dasar ini tak terpenuhi niscaya negara akan mengalami suatu kekacauan sosial di dalamnya seperti maraknya kejahatan dan kemiskinan. Dengan demikian, kebutuhan dasar tersebut mutlak dipenuhi, kalau tidak negara akan tidak bisa bertahan hidup atau akan sakit-sakitan.
Menghapus Pendidikan Mahal di Segala Tingkatan
Pendidikan yang mahal dan tak terjangkau sama saja menghambat atau bahkan mematikan potensi anak Indonesia untuk berkembang atau mengasah kemampuannya dalam menjalani kehidupan (life skill). Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan di Indonesia mencapai angka 33-38 juta orang dan penduduk berpenghasilan di bawah 2 dollar per hari sebanyak 100 juta orang.[1] Oleh karena itu, pendidikan gratis sebagai saluran mobilitas sosial vertikal atau sosial elevator masyarakat sangat membantu kehidupan kaum yang berada di garis kemiskinan tersebut.
Demi mendukung pendidikan untuk semua, maka negara harus meninjau sistem administrasi atau birokrasi pendidikan yang selama ini berjalan. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi memecahkan masalah ini. Di tingkat SD-SMA, perlu diadakan pembinaan dan penyeleksian guru secara tepat guna seiring dengan pemberian insentif (seperti sarana dan prasarana sekolah yang memadai serta gaji yang layak) kepada guru untuk memperbaiki kinerja para guru. Guru sebaiknya tidak hanya diberikan pembinaan akademis tetapi juga diberikan pembinaan mental. Selain itu, para guru juga harus dilatih dalam memanfaatkan sistem manajerial birokrasi agar terhadinya efisiensi birokrasi. Dengan pengertian birokrasi yang baik, diharapkan nantinya tidak ada lagi guru yang ‘bandel’ dengan mencoba memanfaatkan birokrasi untuk ajang ‘pungutan liar’ terhadap siswa maupun orang tua murid.
Jalur-Jalur Penunjang Pendidikan Gratis
Jalur-jalur yang memungkinkan untuk diadakannya pendidikan gratis antara lain:
1) Memaksimalkan dan APBN dan APBD yang ada (Jalur Primer)
2) Mencari donatur dari kaum kelas menengah-atas (Jalur Sekunder)
Jalur pertama adalah yang paling vital dan bisa dibilang ‘wajib hukumnya’ karena kalau tidak diamanatkan akan menyalahi Undang-Undang Dasar. Anggaran pendidikan kita sebesar 20% apabila bersih dan murni sampai ke tangan rakyat pasti akan memberikan efek yang sangat hebat bagi kesejahteraan masyarakat, seperti terbangunnya infrastuktur yang memadai, sehingga dapat membantu keberlangsungan suasana ajar-mengajar menjadi baik. Memang disayangkan, ada indikasi atau kecurigaan terdapat ‘penyunatan’ anggaran tersebut oleh para pejabat pemerintahan sendiri. Dikhawatirkan kecurigaan tersebut bukan pada tingkat oknum saja tapi sudah mencapai tingkat sistem atau institusi. Namun kecurigaan apapun yang timbul hendaknya perlu ditinjau secara objektif sehingga menghadirkan optimisme dan pikiran yang jernih untuk mencari solusi terbaik bagi pemecahan masalah tersebut. Korupsi yang marak terjadi di tubuh pemerintahan memang merupakan penghalang utama bagi majunya bangsa ini, khususnya dalam hal pendidikan.
Jalur kedua adalah alternatif dan patut diperhitungkan kehadirannya. Kaum kelas menengah Indonesia saat ini mencapai seperempat-sepertiga penduduk. Menurut salah satu sumber, kaum kelas menengah Indonesia mencapai 30 juta orang dan itu akan terus bertambah secara signifikan.[2] Dengan demikian, kehadiran kaum kelas menengah menjadi suatu harapan bagi saudara-saudaranya yang di kelas bawah. Kepekaan sosial dan kedermawanan sosial ialah dibutuhkan di dalam masyarakat. Donasi kelas menegah pada realisasinya nanti akan ditransformasikan menjadi beasiswa. Dengan beasiswa tersebut, anak-anak yang kurang mampu secara materil dapat terbantu untuk dapat mengembangkan potensinya dan akhirnya dapat keluar dari lingkaran kemiskinan (poverty cycle) karena telah mendapat wawasan dalam pendidikan. Dengan berbekal skill dan wawasan yang memadai, akhirnya menunjang mereka untuk menciptakan lapangan kerja baru atau mampu bersaing dalam bursa lapangan kerja yang ada.
Sebagai contoh adanya kedermawanan kelas menengah untuk peduli terhadap masyarakat yang kurang mampu ialah bisa di lihat di tingkat Perguruan Tinggi. Salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jakarta telah memberlakukan beasiswa bagi anak-anak Indonesia untuk dapat mengenyam bangku perkuliahan secara gratis, universitas yang dimaksud ialah Universitas Paramadina. Walaupun universitas ini adalah universitas swasta, akan tetapi kesadaran rasa nasionalisme dalam mencetak manusia Indonesia masa depan yang bermartabat ditanamkan di kampus ini. Sebanyak sekitar 100-an mahasiswa paramadina adalah jalur beasiswa. Mereka tidak dipungut sepeser pun biaya. Hendaknya, contoh dari Universitas Paramadina ini dapat tertularkan dan menjadi inspirasi bagi seluruh institusi pendidikan di seluruh pelosok negeri ini, dari Sabang sampai Merauke, dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi dapat diberlakukan pendidikan gratis untuk semua.

Pendidikan Untuk Menciptakan Iklim Demokrasi Yang Baik
Keharusan negara untuk mampu menciptakan rakyat yang cerdas di tiap-tiap bidangnya dan mengenai pendidikan sebagai suatu alat terciptanya negara yang baik dalam perspektif demokrasi dan untuk pencapaian suatu tujuan menjadi hal sang sangat mutlak untuk segera dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan setelah 65 tahun bangsa ini merdeka, rakyat belum juga bisa mendapatkan apa yang dinamakan ‘pendidikan yang merata’. Opini yang ada hingga saat ini masih sangat marak yang mengatakan bahwa “sekolah hanya untuk orang yang kaya” atau orang yang memilki tingkatan ekonomi kelas menengah ke atas, walaupun mungkin sudah banyak bantahan atas hal tersebut dikarenakan sudah banyak pula orang yang ingin mensekolahkan anaknya walaupun secara taraf perekonomian orang tersebut tergolong dalam kategori kelas menegah kebawah atau mungkin kelas bawah dengan mulai menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah yang tergolong berharga murah di mana sekolah-sekolah tersebut lazimnya masih belum terakreditasi dan memiliki fasilitas pendidikan yang masih minim, namun mereka tetap bisa menyekolahkan walaupun mengalami himpitan masalah ekonomi. Nah, akan tetapi isu ‘pendidikan untuk semua’ kembali mengemuka dan patut untuk disoroti ketika kita masih menemui anak-anak yang orang tuanya benar-benar tidak mampu secara ekonomi untuk menyekolahkan anaknya yang seharusnya dapat menikmati bangku sekolah layaknya anak-anak yang mampu. disekolahkan orang tuanya walapun, dengan susah payah dan berikutnya adalah isu pendidikan untuk semua anak bangsa kembali dipertanyakan ketika kita berbicara masih banyak daerah-daerah di pelosok negeri ini belum memiliki fasilitas pendidkan yang layak dan tenaga pengajar yang layak.
Mengapa hal-hal ini menjadi sangat dominan untuk selalu kita perjuangkan? untuk itu kita harus kembali kepada apa yang menjadi janji dari kemerdekaan bangsa kita yang sudah diperjuagkan dengan susah payah oleh para pahlawan bangsa kita, mengutip UUD 1945 yang menuliskan bahwa menjadi kewajiban negara untuk mencerdasakan bangsanya. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah dan bahkan mustahil bila tanpa adanya upaya dari segala pihak untuk membantu merealisasikannya. Dalam hal ini kita perlu menyoroti kinerja pemerintahan kita khususnya di bidang pendidikan, yaitu bagaimana bisa pemerintah memproduksi insan-insan cerdas jika pendidikan yang layak saja tidak dapat dimiliki oleh semua masyarakat dari seluruh negeri baik yang mampu secara ekonomi maupun yang tidak. Maka dalam hal ini sudah sepatutnya pemerintah mampu menyediakan pendidikan yang layak di seluruh pelosok termasuk dengan haraga yang sangat murah bahkan kalau perlu gratis karena dengan segala daya upaya dalam hal pendidikan termasuk memberikan anggaran pendidikan dalam jumlah yang besar dengan harapan yang tentu menjadi harapan bagi kita semua yaitu kelak bangsa ini akan dapat diisi oleh orang-orang yang memiliki pendidikan dan memiliki kompetensi untuk selanjutnya membantu mendorong kemajuan bangsa ini di tingkat global. Tentu saja dalam keadaan yang sanagat kritis ini kita perlu untuk selalu berbicara mengenai masa depan bangsa dan perlahan-perlahan pendidikan perlu menjawabnya.
Pendidikan dan Demokrasi
Di negara demokrasi yang memilki sumber daya manusia yang sangat banyak kita menjadi perlu untuk membentuk potensi dari tiap-tiap individu masyarakat tersebut. Dengan adanya pendidikan yang merata bagi setiap warga negara di Indonesia akan sangat diharapkan mereka-mereka yang terdidik untuk mampu menjadi penopang negara demokrasi kita di kemudian hari. Dengan banyaknya insan-insan yang cerdas, maka akan terjadi sikap saling konrol yang diharapakan mampu menjadi pendorong kemajuan negeri ini. Dalam konteks pembangunan nasional, melaksanakan desentralisasi atau otonomi daerah telah menjadi acuan kemajuan di tingkat-tingat propinsi, kota dan kabupaten yang masing-masing memiliki pemerintahan daerah untuk mampu lebih serius memfokuskan pendidikan sebagai instrumen. Hal ini penting karena dengan adanya pendidikan gratis di daerahnya masing-masing diharapkan tercipta pemerataan pendidikan di negeri ini dan kelak tiap-tiap generasi penerus yang telah mendapatkan pendidikan di derahnya mampu kembali meneruskan pembagunan di tiap-tiap daerahnya tanpa ada ketertinggalan dengan daerah-daerah yang mengacu pada jaraknya dekat kepada sentral (ibu kota). Dengan dasar pendidikan yang merata di daerah-daerah tentu juga akan mampu mendorong bentuk-bentuk kemajuan di aspek lainya seperti desentralisasi ekonomi dan lain sebagainnya karena telah ditopang oleh generasi-generasi yang cerdas karena telah memperoleh pendidikan secara layak. Hal ini mutlak menjadi sorotan yang serius bagi semua kalangan, seperti politisi, birokrat, akademisi, dan lain-lain.

(DIAKSES PADA TANGGAL 06 NOVEMBER 2011: Pendidikan untuk Semua.htm)

Read Users' Comments (0)

0 Response to "MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA"

Post a Comment