HUTAN LAMPUNG BARAT DAN PENGELOLAANNYA
Oleh: Hadrianus Oswin Jaya Yonata (110721435038)
Kabupaten Lampung
Barat merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di bawah wilayah
administrasi Provinsi Lampung. Posisi geografis Lampung Barat cukup unik
dibanding kabupaten lain, karena berada di bagian Barat Provinsi Lampung,
berbatasan dengan laut lepas (Samudera Hindia), menjadi hulu dari sungai-sungai
besar yang mengalir ke wilayah Provinsi Lampung serta mempunyai topografi yang
sangat fluktuatif, mulai dari datar (pantai) sampai begelombang (gunung dan
perbukitan). Keunikan lain dari kabupaten ini adalah bahwa sebagian besar
wilayahnya merupakan kawasan lindung dengan status Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan dan Hutan Lindung.
Kawasan Hutan
Menurut
Spurr (1973), hutan dianggap sebagai persekutuan antara tumbuhan dan binatang
dalam suatu asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama dengan lingkungannya
membentuk suatu sistem ekologis dimana organisme dan lingkungan saling
berpengaruh di dalam suatu siklus energi yang kompleks.
Wilayah Lampung Barat
sebagian besar merupakan kawasan
lindung, yang didominasi oleh Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kawasan ini
membentang dari barat daya sampai tenggara yang merupakan bagian gugus Bukit
Barisan. Di bagian selatan TNBBS terdapat 33.358 Ha hutan produksi terbatas dan
di sebelah timurnya terdapat Hutan lindung. Secara rinci tentang status hutan
di Kabupaten Lampung Barat adalah
sebagai berikut.
Gambar
1: Tabel Status Hutan di Kabupaten Lampung Barat (Dikutip dari E-Book Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung
Barat)
Kondisi
Hutan Lampung Barat
Dewasa ini kondisi
Hutan Lampung Barat mengalami deforestasi dan konversi hutan menjadi areal
pertanian atau perkebunan. Berdasarkan postingan website http://www.lampungbarat.go.id menyatakan bahwa kondisi hutan di Kabupaten
Lampung Barat, terutama di dalam areal kawasan hutan lindung dan hutan produksi
terbatas dalam keadaan kritis, yaitu seluas 74.520 ha. Meskipun hal tersebut
dinyatakan masih wajar dibanding areal permukiman penduduk Lampung Barat, namun
dampak kerusakan hutan sudah terasa dalam masyarakat. Contoh nyatanya
masyarakat merasakan suhu udara semakin panas. Indikator lain dari kerusakan
hutan lindung ini adalah menurunnya debit air Way Besai untuk PLTA Way Besai
dan semakin luasnya cakupan areal banjir di kawasan Suoh.
Pada postingan lain di Website yang sama kerusakan
hutan di Lampung Barat disebabkan oleh illegal logging atau pembalakan liar. Hutan
yang kaya akan pohon damar tersebut diambil kayunya guna memenuhi kebutuhan
perseorangan (http://indonesia-life.info). Pembalakan kayu demikian tentu tidak
dibenarkan karena mengganggu kestabilan ekosistem hutan. Apalagi hutan daerah
Lampung Barat diberdayakan untuk Taman Nasional, jika hal tersebut berlanjut
tidak menutup kemungkinan hutan di kawasan lampung Barat akan menjadi areal
tanah terbuka.
Potensi
pengembangan Hutan Lampung Barat
“Pasalnya
lebih dari 76% lebih wilayah Lampung Barat terdiri dari hutan yang
dilindungi...”
Pernyataan diatas
memiliki arti bahwa wilayah Lampung Barat sebagian besar adalah Hutan dan
wilayah untuk tempat tinggal penduduk hanya 24%. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, kondisi ini menuai masalah, yakni membuat penduduk sekitar hutan
untuk mengambil kayunya, selain itu juga ingin memperluas daerah permukimannya
guna wilayah pertanian dan perkebunan. Meski hutan telah dirusak tetapi
pemerintah Lampung barat tidak diam begitu saja mereka membuat kebijakan yang
tidak merugikan penduduk dan hutan. Salah satunya adalah menerapkan pola
kawasan budidaya. Pola kawasan budidaya yang dimaksud adalah pembagian area
lahan, lebih jelasnya sebagai berikut.
Kawasan Hutan Produksi
Terbatas
Lampung
Barat mempunyai HPT seluas 33.358 Ha yang saat ini tidak seluruhnya produktif
dan sebagian mengalami kerusakan. Untuk itu akan dilakukan pemulihan dan
pemanfaatan HPT melalui dua program hutan tanaman yaitu Hutan Tanaman Rakyat
dan Hutan Desa. Dinas Kehutanan dan PSDA Lampung Barat bermaksud akan
mengembangkan kedua program terebut, dengan prioritas utama program HTR pada
HPT yang ada seluas 24.835 Ha dalam beberapa tahun kedepan. Tahap pertama
direncanakan akan dikembangkan di Kecamatan Bengkunat sesuai dengan RDTR
Kecamatan Bangkunat. Pada RDTR tersebut direncanakan pengembangan HTR dan HKm
seluas 16.084 Ha. Secara bertahap akan dikembangkan sesuai kemampuan pada HPT
yang secara status hutan mempunyai luas lebih dari 33.358 Ha.
Kawasan Hutan Rakyat
Salah
satu primadona hasil hutan rakyat Lampung Barat adalah hutan damar yang dalam
bahasa setempat dikenal dengan Repong Damar. Produksi Damar, rata-rata tiap
tahunnya menghasilkan Rp. 60 Milyar. Hanya saja sampai saat ini belum dilakukan
pendataan dan pengukuran luas dan sebaran Repong Damar secara detil. Umumnya
Repong Damar tersebar di sepanjang tepi barat Bukit Barisan (TNBBS) yang
memanjang dari Tenggara ke Barat Laut. Perkiraan sementara luas Repong adalah
17.500 Ha (paparan Bupati pada penerimaan penghargaan PU, November 2008). Pasal
44
Kawasan Pertanian
Pertanian Lahan Basah; Berdasarkan data irigasi luas
pertanian padi sawah adalah 18.593,93 Ha. Namun tidak semua daerah irigasi
berada dalam kondisi yang baik, sehingga tidak seluruhnya produktif. Bila
diambil kondisi Daerah Irigasi (DI) yang baik dan sedang, maka luasnya menjadi
16.112, 7 Ha. Sedangkan bila mengacu pada data BPS (Lampung Barat Dalam Angka
2007) luas kawasan pertanian padi sawah adalah perkebunan kopi dilihat dari
kesesuaian lahan pertanian adalah kecamatan Belalu dan Sumber Jaya.
Lada; merupakan salah satu produksi
khas Lampung Barat dengan total luas lahan tahun 2007 sebesar 13.275,4 Ha.
Sebagian besar perkebunan lada dikembangkan di Bengkunat (2.410 Ha), Belalau
(2.286 Ha), Way Tenong (3.354 Ha) dan Lemong (1.701 Ha). Dalam kerangka
pengembangan wilayah yang berimbang dan memberikan fokus kegiatan ekonomi
secara spasial, sebaiknya Bengkunat dan Lemong diarahkan sebagai sentra lada
kabupaten. Adapun posisi Belalau dan Way Tenong dapat saja sebagai penunjang
produksi.
Kelapa
Dalam;
Komoditas perkebunan peringkat ketiga di Lampung Barat adalah Kelapa Dalam yang
sampai saat ini diolah menjadi kopra. Kawasan dengan cakupana real produksi
terluas terdapat di sepanjang kawasan pesisir terutama di kecamatan Pesisir
Selatan (1.926 Ha) diikuti Bengkunat (1.412 Ha), Pesisir Utara (883 Ha).
Kecamatan lainnya dipesisir rata-rata mempunyai luas lahan perkebunan kelapa
dalam sebesar 200 Ha. Pesisir Selatan berpotensi untuk dijadikan sebagai sentra
pengembangan kelapa dalam.
Pemanfaatan hutan seperti di atas
dirasa lebih baik daripada penduduk memperluas wilayah permukimannya dengan
membuka kawasan hutan tanpa memerhatikan kondisi ke depan. Dengan membagi luas
penggunaan lahan juga dapat mengurangi konflik antara warga pinggir hutan
dengan penjaga hutan.
0 Response to "HUTAN LAMPUNG BARAT DAN PENGELOLAANNYA"
Post a Comment