DIKTAT KULIAH GEOLOGI UMUM BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Geologi
Geologi berasal dari kata Yunani: ge yang berarti bumi dan logos
yang berarti ilmu(Bailey, 1939). Jadi
dari asal katanya geologi berarti ilmu yang mempelajari bumi. Akan tetapi
pengertian bumi sendiri dapat mencakup selubung gas yang mengitari planet bumi
(atmosfer), akumulasi air di permukaan bumi dan di dalam kerak bumi
(hidrosfer), serta bagian padat dari planet bumi itu sendiri (litosfer).
Pada mulanya orang berusaha memahami semua gejala alam yang ada disekitarnya.
Upaya untuk mengetahui secara mendalam gejala alam yang ada di sekitar manusia
diawali oleh para filosof yang uraiannya berupa tinjauan filsafati sehingga
dikenallah istilah Filsafat Alamiah yang kemudian menjelma menjadi Ilmu
Pengetahuan Alam yang ditunjang oleh ilmu Matematika, Fisika, Kimia, Astronomi
dan Geologi (Emmons, 1960). Dengan demikian ilmu geologi berada dalam deretan
ilmu pengetahuan alam. Semula geologi mempelajari bumi dalam pengertian luas
yang mencakup atmosfer, hidrosfer dan litosfer, namun belakangan karena
berkembangnya spesialisasi, geologi terfokus pada litosfer saja.
Spesialisasi berkembang
karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk terbatas di mana tak seorangpun
mampu memahami bumi dalam pengertian luas secara mendalam. Karena itu timbul
pembatasan ruang lingkup kajian sehingga bumi dalam pengertian luas dipelajari
berbagai ilmu seperti Meteorologi dan Klimatologi mempelajari gejala alam di
Atmosfer, Hidrologi dan Oseanografi mempelajari gejala alam di hidrosfer sedang
litosfer dipelajari dalam ilmu Geologi. Ruang lingkup kajian geologi yang sudah
dibatasi pada litosfer saja masih sangat luas sehingga terjadi spesialisasi
lebih lanjut menghasilkan berbagai sub-bidang geologi/cabang-cabang geologi,
bahkan cenderung untuk berdiri sendiri. Spesialisasi ini sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan peradaban sehingga kebutuhan manusia
juga meningkat. Orang tidak merasa puas lagi dengan hanya memenuhi kebutuhan
sandang, pangan dan papan melainkan ke kebutuhan tingkat tinggi dan sangat
kompleks seperti kebutuhan berbagai asesori, hiburan, pendidikan dan
sebagainya. Semua itu membutuhkan berbagai bahan baku yang gudang utamanya di
bumi, sehingga untuk mendapatkannya perlu mempelajari sumbernya secara
mendalam. Muncullah berbagai cabang geologi antara lain Geologi Pertambangan
yang dapat dipecah lagi menjadi Geologi Minyak dan Gas Bumi, Geologi Batubara
dan seterusnya, Geologi Teknik,
Mineralogi dan sebagainya.
Selain tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, gejala spesialisasi juga
ditunjang oleh bencana alam yang sering menimpa manusia sejak dahulu. Sebagai
makhluk berakal, manusia tidak mau mati konyol sehingga berusaha untuk
menanggulangi bencana alam tersebut dengan cara mempelajari sumber bencana alam
tersebut. Muncullah cabang-cabang geologi seperti Vulkanologi, Seismologi, dan
sebagainya.
Demikianlah dari Geologi
bermunculan sub-bidang geologi antara lain:
- Petrologi,
khusus mempelajari batuan sebagai penyusun bumi.
- Mineralogi,
mempelajari mineral sebagai penyusun batuan.
- Geologi
Struktur, mempelajari struktur/susunan/hubungan batu-batuan penyusun kerak
bumi.
- Stratigrafi,
mempelajari perlapisan batuan sedimen.
- Palaeontologi,
mempelajari fosil-fosil yang terkandung di dalam batuan dalam rangka mengungkapkan
rahasia kehidupan pada masa silam.
- Vulkanologi,
mempelajari masalah kegunungapian.
- Seismologi,
mempelajari asal usul gempa bumi.
- Geologi
Pertambangan, mempelajari bahan galian yang bernilai ekonomi.
- Geologi
Minyak dan Gas Bumi, lebih mengkhusus pada asal-usul terjadinya minyak dan
gas bumi.
- Geologi
Teknik, mempelajari kondisi geologis dalam kaitannya dengan konstruksi
bangunan seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, bendungan jembatan,
gedung bertingkat dan sebagainya.
- Geomorfologi,
mempelajari asal-usul bentuk-bentuk permukaan bumi.
Sering kita ketemu dengan
istilah Geofisika dan Geokimia, tidak lain dari aplikasi teori-teori dan
teknik-teknik fisika (Geofisika) atau teori-teori dan teknik kimia (Geokimia)
dalam mempelajari bumi dalam pengertian luas termasuk atmosfer dan hidrosfer.
Semua ilmu yang mempelajari seluk beluk planet bumi secara keseluruhan diikat
dalam satu istilah Earth Sciences
atau Ilmu Ke-bumian. Geologi termasuk salah satunya, bahkan
kadang-kadang digunakan sebagai sebutan lain untuk menyatakan Earth Science (Menard. 1974). Geografi termasuk
dalam kelompok Earth Sciences.
Karena geologi tidak hanya berkenaan dengan gambaran dan proses-proses yang
terlihat pada masa sekarang melainkan juga perkembangannya melewati waktu yang
sangat lama sejak sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, maka sering pula
dibedakan atas Geologi Fisik dan Geologi Sejarah. Cabang-cabang geologi yang
disebutkan terdahulu dapat dimasukkan kedalam kedua bagian ini, misalnya
Petrologi, Mineralogi, Geologi struktur dan sebagainya tergolong Geologi Fisik,
sedang Palaeontologi, Stratigrafi dan Geokronologi (suatu sub-spesialisasi
gabungan antara Geokimia dan Geofisika yang berusaha menentukan umur mutlak
berdasarkan mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan) tergolong Geologi
Sejarah.
Sub bidang geologi atau cabang-cabang geologi saling berhubungan, saling
tergantung, saling menunjang satu sama lain dalam mengungkapkan masalah-masalah
yang berkenaan dengan bumi. Hasil penelitian dari salah satu sub bidang sangat
bermanfaat bagi sub bidang yang lain dalam mengungkapkan masalah yang menjadi
titik perhatiannya.
Demikianlah gambaran ruang lingkup kajian geologi, begitu luas baik dalam
dimensi ruang maupun dimensi waktu. Berkaitan dengan fraksi-fraksi yang sangat
kecil yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop sampai ke yang sangat besar
sehingga mata kita tidak mampu melihatnya secara keseluruhan. Bertalian dengan
proses-proses yang sangat lambat sehingga manusia sering keliru menafsirkannya
sebagai statis, sampai ke proses yang sangat cepat sehingga dengan mudah
diamati perubahannya.
Sebagai suatu kesimpulan, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi
khususnya litosfer, mengenai materi penyusun bumi, bagaimana proses-proses yang
dialami dan perubahan-perubahan yang
dihasilkan oleh proses-proses tadi serta perubahan-perubahan yang dialami bumi
sejak terbentuk sampai ke keadaan sekarang.
B. Hubungan Geologi dan Geografi
Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mencitrakan, menerangkan
sifat-sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak
khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi unsur-unsur bumi dalam
ruang dan waktu. Hasil seminar dan lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran
Geografi di Semarang tahun 1988, mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang
mempelajari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan fenomena geosfer dengan
sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan.
Fenomena geosfer yang dimaksud mencakup atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer
dan antroposfer. Jadi geografi mempelajari hubungan dan interaksi manusia dan
lingkungannya dengan tekanan pada manusianya. Geo dalam geografi sama dengan
pengertian world ( dunia, bumi dan manusia serta segala yang ada
di atas permukaan), sedang geo dalam geologi lebih tepat diartikan earth
(bumi). Dengan demikian yang lebih tepat disebut ilmu bumi adalah geologi.
Obyeknya memang ada kesamaan yaitu bumi tetapi sudut pandangnya berbeda. Geografi
memandang bumi sebagaiman yang ada, seolah-olah statis, sedang geologi
memandang bumi selalu berubah sebagai akibat proses yang dialaminya. Dari
hubungan tersebut terlihat bahwa geologi berperan sebagai ilmu bantu bagi
geografi sebab salah satu fenomena geosfer yang dipelajari dalam geografi
menjadi kajian geologi, yaitu litosfer. Geologi bukan cabang Geografi, sama
seperti Ilmu tanah, Meteorologi, Hidrologi dan sebagainya yang juga dipelajari
dalam Geografi.
C. Asal mula Bumi
Gambar 1. 1. Matahari dengan kedelapan planetnya
Asal mula bumi atau terjadinya bumi adalah masalah astronomi, sama dengan
terjadinya jagad raya, planet-planet dan semua benda-benda angkasa. Terjadinya
bumi dalam sistem tatasurya kita merupakan masalah yang sangat sulit, bukan
karena tidak adanya ciri-ciri atau petunjuk, tetapi justru karena terlalu
banyak dan tidak jelas ciri-ciri mana yang mula-mula dan yang telah mengalami
perubahan sepanjang perjalanan sejarah. Petunjuk astronomi antara lain revolusi
bumi, rotasi bumi, densitas planet, ukuran planet, dan sebagainya. Pada waktu
para ahli dari seluruh dunia membahas terjadinya bumi pada tahun 1952, tidak
ada kesepakatan antara mereka bahkan cenderung memanas karena masing-masing
mempertahankan pendapatnya. Akhirnya Harold
Urey berdiri dan mengatakan None
of us was there at that time (Menard, 1974) . Namun karena banyak fenomena geologi
berkaitan dengan benda-benda angkasa lainnya maka akan dibicarakan secara
ringkas sebagai langkah awal pembicaraan geologi.
Sejak abad XVIII sudah muncul berbagai pemikiran mengenai terjadinya bumi
dan planet-planet lain dalam sistem tatasurya. Beberapa akan diuraikan secara
ringkas di bawah ini.
Tahun 1749 George Buffon (Astronom Perancis) menduga bahwa mula-mula
ada sebuah bintang yang melintas dekat matahari, menyebabkan sebagian dari
selubung debu gas matahari tertarik keluar. Debu gas tersebut akan mengalami
pendinginan dan berkumpul menjadi planet-planet, salah satunya adalah bumi.
Pemikiran Buffon ini pada abad XX dikembangkan menjadi Teori Planetesimal dan
Hipotesis Protoplanet.
Tahun 1775 Immanuel Kant (Jerman) & Pierre Laplace (Astronom
Perancis) mengemukakan Teori Kabut Pilin/Kabut Panas yang intinya:
mula-mula ada awan debu panas yang berputar perlahan-lahan dan semakin cepat
akibat pemampatan gravitasional. Karena rotasinya semakin cepat maka gaya
sentrifugal bertambah besar yang mendorong awan debu ke arah luar, sehingga
terbentuk gelangan-gelangan awan debu yang mengitari pusatnya. Gelang-gelang awan debu ini selanjutnya
tarik-menarik membentuk planet-planet, sedang materi awan debu yang berada di
bagian pusat semakin panas dan menjadi matahari.
Tahun 1905 T. C. Chamberlin (Geolog dari Univ. Chicago) & F. R.
Moulton (Astronom dari Univ. Chicago) mengembangkan pemikiran Buffon
menjadi Teori Planetesimal yang intinya: mula-mula ada bintang yang melintas
dekat matahari, menyebabkan terjadinya pasang luar biasa di permukaan matahari.
Selubung gas matahari mencuat keluar, kemudian terpecah kedalam beberapa
kelompok sambil mengitari matahari. Setelah dingin gas debu tadi akan
berkondensasi menjadi fragmen-fragmen padat dari ukuran debu sampai cukup
besar. Fragmen-fragmen padat dan dingin dalam jumlah banyak ini dikenal sebagai
planetesimal dan mengisi ruang antar bintang. Selanjutnya planetesimal
berukuran besar akan menarik yang kecil sehingga ukurannya semakin besar dan
bertumbuh menjadi planet-planet. Planet yang baru terbentuk ukurannya kecil,
dingin dan tanpa atmosfer. Pertumbuhan berlangsung terus menyebabkan ukurannya
semakin besar dan kompaksi gravitasional menyebabkan planet-planet tersebut
mengalami pemanasan di bagian intinya.
Tahun 1944 C.F. von Weizacker
dan Gerald Kuiper (1951) memodifikasi teori planetesimal menjadi Hypotesis
Protoplanet. Menurut hipotesis protoplanet, Matahari dan planet-planetnya
terjadi bersamaan dalam galaksi Bima
Sakti (Milky Way Galaxy). Galaksi ini terdiri dari sekitar 100 milyar
bintang seperti Matahari, bentuknya seperti cakram di mana bagian tengah lebih
padat (± 80 % bintang) dan bagian tepi agak renggang (±20 % bintang). Matahari
terletak di bagian tepi galaksi, dan
tergolong bintang berukuran sedang.
Sekitar 5 – 6 milyar tahun yang lalu terdapat awan debu gas yang dingin
dalam jumlah banyak di bagian tepi Galaksi Bima Sakti, berputar pada porosnya
sambil mengikuti perputaran galaksi secara keseluruhan. Awan debu tersebut
diduga tersusun terutama Hidrogen dan Helium dengan sedikit unsur-unsur O2,
Ne, CO2, CH4, NH3 (Matahari tersusun dari 70 %
H2 dan 25 % He, Stokes, 1978), berputar maka massa awan debu
berkonsentrasi dibagian tengah dikelilingi selubung debu gas yang agak renggang.
Masa di bagian tengah makin mampat dan makin panas sampai jutaan derajad
celcius menjadi Matahari (temperatur inti Matahari ± 15 juta 0 C,
permukaan ±6.000 0 C). Pada temperatur sekitar 10 juta derajad
celcius menurut Hans Bethe, akan
terjadi reaksi nuklir yang prinsipnya sama dengan pembuatan bom hidrogen yaitu
4 atom H dengan 4 elektronnya bergabung menjadi 1 atom He dengan 2 elektronnya.
Dua elektron yang hilang diubah menjadi energi (Stokes, 1978). Jadi selalu
terjadi transformasi H2 menjadi He di Matahari dengan pelepasan
energi yang luar biasa menyebabkan matahari merah membara. Stokes memperkirakan
sekitar 4 juta ton3 He/detik dipancarkan dari permukaan
matahari. Helium yang dipancarkan dari permukaan matahari ini akan berubah
menjadi karbon disertai ledakan hebat yang menghasilkan unsur-unsur berat
seperti besi. Begitu juga dengan awan debu yang mengitari matahari akan
berkondensasi dan berkonsentrasi menjadi planetesimal.
Planetesimal-planetesimal tersebut bila bertumbukan akan bergabung, yang besar
menarik yang kecil sehingga semakin besar ukurannya yang dikenal sebagai
protoplanet. Ukuran protoplanet diduga ratusan kali lebih besar dari planet
yang ada sekarang, tetapi densitasnya kecil karena terutama tersusun dari
unsur-unsur gas dengan sedikit unsur berat. Umumnya planet-planet dalam (Terrestrial
planet: Mercfurius, Venus, Bumi dan Mars) berukuran kecil namun densitasnya
lebih besar dibanding planet-planet luar (Jovian planets: Yupiter, Saturnus, Uranus
dan Neptunus). Hal ini terjadi karena gas-gas lembam (inert gas) seperti
Ne, Ar, Cr, Xe pada planet-planet yang dekat dengan matahari tersapu oleh badai
matahari (pancaran ion-ion dan proton dari permukaan matahari). Di samping itu,
menurut William Lee Stokes (1978) berkaitan dengan proses pendinginan yang
dialami. Planet-planet luar pendinginannya cepat sehingga terbentuk lapisan es yang tebal.
Planet-planet dalam proses pendinginannya lambat sehingga terjadi serangkaian
reaksi-reaksi yang menghasilkan unsur-unsur berat:
5500K: uap air bereaksi dengan Ca a Tremolite (Ca2(Mg2Fe)5Si8O22(OH)2
4250K: H2O + Olivin a
Serpentin (Mg6Si4O10(OH)8
1750K: uap air a es
1500K: es + amonia a hidrat padat NH3H2O
1200K: NH3H2O + CH4 hidrat padat CH47H2O.
Wujud air di planet-planet juga sesuai kedekatannya dengan Matahari. Di
Venus (planet II dari matahari) air berwujud gas (uap air), di Mars (planet IV
dari matahari) air berwujud padat (es) dan di bumi (planet III dari matahari)
air terutama berwujud cair.
Mengenai asal-usul air dan gas di atmosfer dan permukaan bumi ada dua
pandangan yaitu hypotesis degassing dan photochemical dissociation.
1. Hipotesis Degassing (Outgassing): pada awal-awal pertumbuhan protoplanet bumi, temperatur miningkat karena
berputar pada porosnya. Lutgen (1979) mengatakan temperatur permukaan bumi
sampai 8.0000C. Karena itu bumi diduga mengalami peleburan sempurna
sehingga terjadi pemisahan materi bumi menurut berat jenisnya Gas dan air naik ke permukaan menempati
atmosfer dan permukaan bumi. Tetapi karena temperatur bumi masih tinggi maka
gas-gas tersebut hilang keluar jagat raya, bumi belum mempunyai atmosfer.
Setelah bumi mengalami pendinginan sampai temperatur tertentu mulailah
terbentuk atmosfer bumi dengan komposisi gas seperti gas-gas yang dikeluarkan
oleh letusan gunung api yaitu CO2, N2, dan uap air. Mulai
terbentuk awan di atmosfer namun hujan yang jatuh segera menguap lagi karena
temperatur di permukaan bumi masih tinggi. Setelah temperatur permukaan bumi
rendah baru hujan yang jatuh mengisi bagian-bagian cekungan di permukaan bumi
menjadi lautan. Timbul pertanyaan, apabila gas-gas di atmosfer berasal dari degassing
maka tidak akan mengandung oksigen bebas (Sekarang komposisi atmosfer: 78% N2,
21% O2, 0,9% A, 0,03% CO2, uap air dll.). Kemudian diduga
bahwa sumber utama oksigen bebas di atmosfer sekarang adalah proses dari proses
fotosintesis tumbuh-tumbuhan hijau yang menggunakan sinar matahari mengubah air
dan CO2 dari udara menjadi senyawa organik dan setelah digunakan,
tumbuh-tumbuhan melepaskan oksigen ke atmosfer.
2. Photochemical
Dissociation: diduga atmosfer bumi
mula-mula mirip dengan atmosfer Jupiter sekarang (kaya CH4, NH3,
H2, Ne, He, dan sedikit uap air). Pada waktu itu belum ada oksigen
bebas di atmosfer, belum ada lapisan ozon di statosfer. Perubahan komposisi
atmosfer bumi yang semula kaya CH4, NH3 dan uap air
menjadi kaya N2, O2, CO2, uap air lewat
serangkaian reaksi kimia akibat radiasi matahari:
Radiasi ultraviolet yang berlimpah menguraikan air: 2H2O
a 2H2 + O2
Oksigen yang terbentuk dalam reaksi di atas bereaksi
dengan CH4 dan NH3:
2 O2 + CH4 a CO2 +2H2O; 3 O2 + 4 NH3 a 2 N2
+ 6 H2O.
H2O yang terbentuk dalam reaksi di atas
terurai lagi oleh radiasi ultraviolet, oksigen yang dihasilkan, bereaksi dengan
CH4 dan NH3 lagi dan seterusnya sehingga dari waktu ke
waktu kandungan nitrogen, karbon-dioksida dan oksigen bebas di atmosfer bumi
bertambah. Mulai terbentuk lapisan ozon yang melindungi kehidupan di bumi.
Jadi mungkin keduanya
saling menunjang. Mula-mula photochemical dissociation yang berlangsung
dan setelah lapisan ozon terbentuk maka sumber utama oksigen bebas di atmosfer
berasal dari hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan berhijau daun.
0 Response to "DIKTAT KULIAH GEOLOGI UMUM BAB I PENDAHULUAN"
Post a Comment