DIKTAT KULIAH GEOLOGI UMUM BAB I PENDAHULUAN



A. Pengertian Geologi
            Geologi berasal dari kata Yunani: ge yang berarti bumi dan logos yang berarti  ilmu(Bailey, 1939). Jadi dari asal katanya geologi berarti ilmu yang mempelajari bumi. Akan tetapi pengertian bumi sendiri dapat mencakup selubung gas yang mengitari planet bumi (atmosfer), akumulasi air di permukaan bumi dan di dalam kerak bumi (hidrosfer), serta bagian padat dari planet bumi itu sendiri (litosfer).

Read Users' Comments (0)

Geography of Innovation dan Klaster Industri: Studi Kasus Industri Pakan Ternak di Jakarta Utara



1.      Pendahuluan
Sebagai mega-urban terbesar di Asia Tenggara, Jakarta tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh globalisasi pada satu sisi dan pengaruh lokalisasi pada sisi lainnya. Kedua kekuatan itu telah menjadikan Jakarta sebagai tempat terartikulasinya globalisasi, integrasi nasional, dan juga lokalitas (Somantri, 2007; Nas dan Pratiwo, 2005; Evers dan Korff, 2002). Simbol-simbol ‘metropolis’ muncul berdampingan dengan simbol-simbol ‘tradisional’. Dan di bawah ideologi pasar yang secara signifikan mempengaruhi perkembangan Jakarta sejak 1980-an (Kusno, 1998; Spreitzhofer, 2003), berbagai bentuk inovasi serta adaptasi telah dan akan terus terjadi dalam bentuk perubahan fungsi ruang (Low, 1990). Dalam kaitan itu, sejalan dengan teori dualistik kota yang dikemukan oleh Castells (1983), konstruksi sosio-spasial Jakarta tidak lain merupakan fungsi dari perubahan persepsi atau penafisran masyarakat terhadap diri dan lingkungannya.

Pengaruh globalisasi yang membuat Jakarta menjadi daerah kompleks, dimana terdapat heterogenitas dan percampuran dari berbagai kultur budaya. Hal yang tampak sebagai Ibu Kota Negara adalah persaingan bisnis yang ketat. Jakarta menjadi sentral segala hal yang berurusan dengan ekonomi. Sebagai contoh di Jakarta terdapat banyak mall, stasiun TV, bisnis perumahan, pusat Bursa Efek dan sebagainya.
Hal tersebut menuntut masyarakat untuk dapat berpikir inovatif dalam berwirausaha. Sebab persaingan ketat di dunia bisnis Jakarta sangat kompleks dan sulit dicari celahnya. Salah satu bentuk inovasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat urban di dunia ketiga – termasuk Jakarta – adalah kemunculan industri rumah tangga. Seperti dinyatakan oleh J.H Boeke, kegiatan produksi kecil-kecilan tersebut merupakan bentuk perekomian khas kota-kota dunia ketiga yang tidak dapat dijelaskan oleh teori perekonomian barat (Boeke dan Burger, 1973). Mereka muncul secara ‘spontan’ di tengah-tengah kehidupan masyarakat urban dalam bentuk usaha mikro sehingga membentuk ‘sistim perekonomian bayangan’. Melalui sistim itulah mereka mengembangkan jaringan bisnis dan melakukan penetrasi pada celah-celah pasar yang sempit sambil terus berupaya mempertahankan diri dari tekanan para pemilik modal besar.

2. Metolodogi
Artikel yang berjudul Geography of Innovation dan Klaster Industri: Studi Kasus Industri Pakan Ternak di Jakarta Utara itu menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian dan menelaahnya dengan tafsiran teoritis terhadap Industri Pakan Ternak. Artikel tersebut memandang gagasan inovatif sebagai sebuah stimulus bagi timbulnya gejala keruangan yang terwujud dalam bentuk jaringan produksi. Jaringan produksi itu sendiri dipandang sebagai hasil dari rasionalisasi ekonomi dan sosial pada suatu tempat tertentu. Sedangkan data obyek penelitiannya diperoleh dari wawancara dan investigasi lapangan.

3. Hasil dan Pembahasan
Industri pakan ternak yang dibahas dalam artikel tersebut terdiri dari 2 unit, 1 unit di Kelurahan Sukapura, Kecamatan Cilincing dan 1 unit lainnya di Kelurahan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan. Kedua industri tersebut didirikan pada tahun yang sama, yaitu tahun 2003. Namun Produk akhir yang dihasilkan oleh kedua industri tersebut berbeda. Industri di Cilincing menghasilkan pakan ternak siap pakai dengan kapasitas produksi sebesar 10 ton/hari. Sementara itu, produk akhir industri di Muara Karang adalah pakan ternak setengah jadi berupa tepung ikan dengan kapasitas produksi 3-4/ton per hari.

Kedua industri tersebut berlokasi di dekat pantai, tepatnya di perkampungan nelayan. Lokasinya berdekatan dengan sumber bahan baku yang berupa limbah ikan laut. Limbah ikan tersebut diambil baik dari perkampungan nelayan, rumah makan, tempat pelelangan ikan, maupun pelabuhan. Untuk mengumpulkan bahan baku, pengusaha industri memanfaatkan tenaga pemulung. Sebagai gambaran, Di Cilincing paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok pemulung limbah yang masing-masing terdiri dari 20 orang, Karena letaknya yang sangat dekat dengan lokasi bahan baku, maka industri jenis ini dapat melakukan penghematan pada biaya transportasi bahan baku baik dari segi waktu maupun biaya. Dengan demikian, ditinjau dari lokasinya, industri pakan ternak ini termasuk industri yang berorientasi pada bahan baku.

Dalam hal pemasaran, industri pakan ternak di Cilincing melakukan kerjasama dengan koperasi unggas setempat. Namun jangkauan pemasarannya masih sangat terbatas pada lingkungan sekitar. Sementara itu, industri pakan ternak di Muara Angke memiliki jangkauan pasar yang jauh lebih luas. Produk-produk akhir yang berupa bahan baku tersebut dikemas dengan menggunakan karung berukuran 10 kg guna dikirim ke Muncar (Banyuwangi) dan Bogor. Pada umumnya, para konsumen akan berhubungan langsung dengan pihak pabrik baik melalui telepon ataupun tatap muka. Informasi di lapangan mengindikasikan bahwa produk industri dari Muara Angke ini cepat sekali terserap oleh pasar. Hal ini disebabkan oleh dua hal yang saling berkaitan, yaitu tingginya kebutuhan pasar serta keawetan produk yang sangat singkat yaitu hanya 2 hari. Tingginya kebutuhan menyebabkan konsumen berusaha untuk cepat mendapatkannya, sedangkan singkatnya masa keawetan produk mendorong produsen untuk cepat menjualnya.

Berdasarkan hasil wawancara, kemunculan industri pakan ternak, baik yang berlokasi di Muara Angke maupun Cilincing, dilandasi oleh dua gagasan dasar. Gagasan pertama adalah adanya keinginan untuk memanfaatkan sekaligus memberikan nilai tambah pada limbah atau sisa ikan laut untuk diolah sebagai pakan ternak. Gagasan yang kedua adalah adanya keinginan untuk memberdayakan ekonomi lokal, khususnya di kalangan masyarakat nelayan. Kedua gagasan tampaknya tidak dapat dilepaskan dari ‘pemandangan sehari-hari’ di perkampungan nelayan yang selalu berhubungan dengan ikan dan kemiskinan. Dengan demikian, gagasan pendirian industri pakan ternak tersebut secara jelas memiliki orientasi lokal yang kuat. Keberlanjutan gagasan seperti itu tidak saja tergantung pada ‘kekuatan’ gagasan itu sendiri, tetapi juga ditentukan oleh ‘kemantapan’ basis dukungan lokal dalam bentuk jaringan sosial. Kekuatan gagasan merupakan cermin dari kewirausahaan dan kemampuan inovasi. Sementara itu, jaringan sosial merepresentasikan organisasi produksi lokal. Menurut Scott (2004), keduanya merupakan elemen intrinsik yang akan bekerjasama mewujudkan creative field.

Perwujudan creative field terlihat pada kuatnya elemen komunitas dan elemen manfaat dalam kegiatan produksi. Penggunaan bahan mentah hasil aktivitas keseharian masyarakat setempat, peningkatan nilai tambah lokal, serta penyerapan tenaga kerja lokal; adalah beberapa ciri yang mengindikasikan betapa kegiatan produksi telah mampu mengintegrasikan mekanisme sosial dengan mekanisme ekonomi. Integrasi kedua mekanisme memungkinkan terjadinya aliran informasi antar stakeholder mengenai peluang bisnis, ketersediaan bahan mentah, dan kebutuhan tenaga kerja. Dengan demikian, penerapan ‘gaya kewirausahaan’ industri pakan ternak tidak lagi semata-mata menggambarkan visi individu sang pengusaha, namun lebih mencerminkan sebuah ‘sistim produksi yang lebih luas yang berbasis padarelasi sosial’. Dengan kata lain, industri pakan ternak telah berperan sebagai social agent dalam suatu ruang geografis tertentu yang memungkinkan sumber-sumber keuntungan dapat dikelola secara kolektif.

Gagasan inovatif yang melatarbelakangi kemunculan industri pakan ternak di Jakarta utara telah mampu membentuk jaringan produksi yang didasarkan atas basis sosial yang kuat, namun untuk mencapai wujud ‘klaster industri’ seperti yang dirumuskan oleh Porter, jaringan produksi tersebut masih memiliki kelemahan dalam hal permintaan lokal dan kekuatan intergrasi dengan klaster lainnya. Hal ini diduga kuat terkait dengan tahap perkembangan industri pakan ternak yang masih berada pada tahap emerging. Dalam konsep siklus industri, tahapan ini antara lain ditandai oleh tingkat perolehan hasil yang baik namun belum mencapai critical mass yang ideal. Rendahnya pencapaian critical mass ini ditandai oleh penguasaan pangsa pasar yang relatif masih kecil sebagai akibat dari kualitas dan kuantitas input faktor produksi.

4. Kesimpulan
1. Gagasan inovatif yang melatarbelakangi kemunculan industri pakan ternak di Jakarta utara telah mampu membentuk jaringan produksi yang didasarkan atas basis sosial yang kuat,
2. Wujud ‘klaster industri’ yang terbentuk oleh jaringan produksi belum didukung oleh tingginya permintaan lokal dan kekuatan intergrasi dengan klaster lainnya.

Read Users' Comments (0)

Pertumbuhan Determinisme Lingkungan: Friedr. Ratzel (1844-1904) dan E. Hutington (1876-1947)



Perkembangan geografi lanjut dalam abad ke-19 ada kaitannya dengan teori evolusi juga. Dalam gagasan Darwin tentang evolusi, kemudian adanya teori relasi manusia dengan mileunya, agar ia dapat lestari hidup. Dengan begitu manusia dituntut untuk menyesuaikan cara hidupnya agar cocok dengan lingkungan tempat ia tinggal.
Dengan alasan tersebut geografi dijadikan studi tentang respons manusia terhadap lingkungannya.  Karena itu, geografi memerlukan status sebagai ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan oleh para kolonisator yang dalam abad itu membuka benua-benua baru.

Read Users' Comments (0)